Monthly Archives: April 2012

INVESTASI PENDIDIKAN

Rasanya tidak akan pernah usai jika kita berbicara tentang pendidikan. Tema tentang pendidikan senantiasa tumbuh sepanjang masa. Hal ini sesuai dengan tuntutan belajar yang mesti dijalankan sepanjang hayat. Artinya mulai seseorang dilahirkan hingga dia diwafatkan, tuntutan belajar senantiasa turut menyertainya.

Hal yang lebih menarik lagi, ternyata perbincangan tersebut tidak hanya menjadi bahan diskusi dipanggung-panggung akademisi saja, namun ia telah merambah kedalam panggung politik dan sosial budaya.

Dia tidak hanya dibicarakan di hotel berbintang lima namun telah menjalar hingga pedagang kaki lima. Ia tidak hanya menjadi topik yang menarik pada forum-forum intelektual namun telah tumbuh subur diantara kelompok masyarakat marginal.

Di satu sisi kita sudah merasa jengkel dan kecewa terhadap kinerja pemerintah. Sebab, sampai saat ini belum mampu menemukan format apik dan solusi cantik untuk meyelesaikan berbagai permasalahan pendidikan.

Namun, di sisi lain kita mesti mensyukuri keadaan ini. Sebab, masih banyak masyarakat yang mau peduli dengan nasib pendidikan kita. Ketika mereka masih mau memikirkan dan menyumbangkan berbagai wacana-wacana baru dan metode-metode kreatif serta terobosan-terobasan yang menggiurkan demi kemajuan pendidikan, ini artinya mereka tidak bersikap apatis dan masa bodoh terhadap dunia pendidikan.

Budaya Investasi
Secara terminologi investasi adalah kegiatan memanfaatkan kas pada masa sekarang, dengan tujuan untuk menghasilkan barang lebih di masa akan datang. (James C Van horn: 1981). Namun, jika menganut paham Fitz Gerald yang digelontorkan pada tahun 1978.

Dia mengatakan, investasi adalah aktifitas penarikan sumber-sumber yang dipakai untuk mengadakan barang pada saat ini untuk menghasilkan aliran produk baru dimasa yang akan datang.

Sedangkan menurut Suniriyah, investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang. (2003:4).

Dari berbagai defenisi ini, penulis mengambil kesimpulan, pada hakikatnya investasi adalah penanaman modal diawal dengan harapan mendapat keuntungan yang lebih besar dimasa yang akan datang.

Tidak kita pungkiri budaya masyarakat Indonesia yang masih konsumtif membuat budaya investasi belum begitu populer.

Walau sebagian pendapatan Indonesia telah sampai pada titik masyarakat ekonomi menengah keatas, namun pola pikir konsumtif masih terus merajai pikiran rakyat nusantara.

Libido konsumtif begitu menggelora di sanubari mereka. ketika suatu produk dilempar ke pasar maka dengan segera mereka menyambarnya. Siapapun tidak akan pernah bisa mengahalangi niat mereka.

Bahkan, belum lama ini banyak yang rela antre berjam-jam dan berdesak-desakan demi mendapatkan telepon seluler Blackberry Bold 9790 yang memberikan diskon sampai separuh harga. (Jakarta: 25 November 2011)

Pola pikir libido konsumtif inilah yang membuat masyarakat masih enggan untuk membudayakan investasi, hidup hari ini harus diselesaikan saat ini, hidup dimasa datang dipikirkan dan laksanakan dimasa mendatang.

Mereka tidak mau tahu, apakah jiwa dan raga mereka yang masih gagah hari ini mampu bertahan hingga puluhan tahun yang akan datang atau malah hilang dimakan rayap usia hingga yang tersisa hanya tulang belulang.

Sebagian mereka lagi mengatakan, investasi baru dilakukan ketika kehidupan masyarakat telah sampai pada taraf lebih. Harta yang diinvestasikan itu adalah harta yang berlebih. Ketika harta masih pada tingkat kecukupan, keinginan berinvestasi masih dalam mimpi yang terus terlelapkan.

Alhasil, budaya berinvestasi belum pernah menyentuh masyarakat. Padahal, jika masyarakat mau menelaah lebih dalam, harta berlebih tidak akan pernah ada. Sebab, sesuai dengan hukum ekonomi semakin tinggi input seseorang maka outputnya juga semakin melonjak.

Artinya besar pendapatan dan pengeluaran akan selalu berkisar pada tarap yang berhampiran.

Peluang Investasi Pendidikan
Jika peluang untuk berinvestasi di bidang Sumber Daya Alam (SDA) masih masif untuk diterapkan, maka investasi Sumber Daya Manusia (SDM) mesti menjadi sesuatu yang diharuskan. Untuk berinvestasi harta masih terhalang oleh libido konsumtif yang terus menggeregoti, maka investasi dibidang pendidikan adalah sesuatu yang mesti diniscayakan.

Meminjam istilah Prof H Mahmud Yunus pendidikan adalah usaha yang dipilih dan direncanakan untuk mempengaruhi anak dalam meningkatkan keilmuan, jasmani dan ahlaknya. Sehingga apa yang mereka dapat menjadikan mereka mandiri dan bahagia.

Bahkan, mampu memberikan manfaat bagi orang-orang disekelilingnya.

Sedangkan menurut UU Nomor 20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dari dua pengertian diatas kita bisa memahami betapa besar dan tingginya nilai keuntungan yang didapatkan dari berinvestasi pendidikan. Tidak hanya untuk keberhasilan diri sendiri, namun telah melingkupi orang-orang disekelilingnya, bahkan sampai kepada bangsa dan negaranya.

Artinya investasi pendidikan tidak hanya memperoleh keuntungan invidual namun telah merambah kedalam keuntungan sosial.

Jika demikian besar hasil yang diperoleh dan keuntungan yang didapatkan seseorang dalam dunia pendidikan, kenapa kita harus mencari sekolah yang murah untuk anak disekolahkan, kenapa suami istri mesti bersitegang memilih antara membeli mobil mewah atau melanjutkan studi anak ke perguruan tinggi yang dipaporitkan, kenapa kita masih rela melihat para pahlawan tanpa tanda jasa harus turun kejalan karena tidak bisa konsentrasi mengajar.

Sebab, perut anak dan istri mereka masih keroncongan.

Sesuai dengan apa yang dikumandangkan oleh Drs Isjoni MSi dalam salah satu judul bukunya Saatnya Pendidikan Kita Bangkit. (2007) Bangkit dari kemerosotan sistem pendidikan yang selalu berubah-ubah sehingga tidak pernah sampai menyentuh format ideal yang sebenarnya. Bangkit dari mutu pendidikan yang belum sampai pada titik yang memuaskan.

Bangkit dari kekakuan para civitas akademisi untuk bekerja sama dengan pihak luar sekolah. Secara terperinci beliau mejelaskan 5 mantra untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia yang beliau himpun dalam konsep 5 M (Man, Money, Machine, Management, Motivation).

Jika boleh menambahkan, kita juga mesti bangkit dari perengkrutan Sumber Daya Manusia dibidang pendidikan (perekrutan guru) yang sering ditunggangi oleh segelintir oknum-oknum penguasa yang tidak bertanggung jawab.

Terakhir, kita mesti bangkit dari pola pikir yang selalu mengikuti libido konsumtif dan beralih ke pola pikir yang mengutamakan investasi, terlebih lagi investasi dalam dunia pendidikan.  ***

Ket: Tulisan ini dimuat pada koran Riau Pos Tanggal 16 April 2012 (http://www.riaupos.co/opini.php?act=full&id=846&kat=1)

Visi dan Misi Pondok Pesantren Al-karomah Aidarusy

Visi Pondok Pesantren Al-Karomah

Menjadikan Pondok Pesantren Al-Karomah sebagai Lembaga Pendidikan terdepan dalam pembinaan keislaman, keilmuan dan keindonesiaan, dengan mengapresiasikan potensi-potensi anak serta perkembangan era globalisasi.

 

Misi Pondok Pesantren Al-Karomah

Misi Pondok Pesantren Al-Karomah adalah sebagai berikut:

  1. Menyelenggarakan pendidikan yang melahirkan lulusan beriman, bertaqwa dengan kemampuan kompetitif serta memiliki keunggulan-keunggulan komparatif.
  2. Melakukan pembinaan kesehatan fisik sehingga terdapat keseimbangan antara kekuatan keilmuan dengan perkembangan jasmani siswa, dan dapat melahirkan lulusan yang cerdas, kuat serta sehat.
  3. Senantiasa melakukan inovasi kurikulum dengan aksentuasi pada pembinaan ke-Islaman, sains dan teknologi serta apresitatif terhadap kecenderungan globalisasi dengan tetap berpijak pada kepribadian Indonesia.
  4. Senantiasa melakukan pembinaan tenaga kependidikan baik dalam aspek keilmuan, skill keguruan serta dalam komunikasi global.
  5. Melengkapi sarana sumber belajar yang dapat memberi kesempatan pada siswa-siswi untuk dapat belajar seluas-luasnya, sehingga sekolah benar-benar berfungsi sebagai Center of Learning.
  6. mewujudkan siswa yang mandiri dan mampu melakukan teamwork melalui berbagai aktivitas belajar intra maupun ekstra kurikuler.